Manajemen Produksi Dalam Pengembangan Agribisnis Benih Padi
Di Propinsi Bengkulu
Oleh:
ARI TRIANA
Jurusan Megister Pertanian Universitas Bengkulu
(ari.3ana94@gmail.com)
Abstrak
Propinsi Bengkulu dengan lahan yang ditanami padi pada tahun 2020 seluas 62.324 Ha, membutuhkan benih sebanyak 1.558.100 kg, namun Propinsi Bengkulu hanya mampu memproduksi benih bersertifikat 573,06 kg. Kekurangan kebutuhan benih unggul bersertifikat didatangkan dari luar propinsi. Hal ini menyebabkan permasalahan pada tingkat petani pengguna karena benih tidak tersedia tepat waktu dan ada benih yang diterima oleh petani tidak sesuai lagi dengan standar mutu benih. Untuk mengatasi permasalahan ini, pemerintah terus berupaya untuk memberdayakan petani penangkar agar dapat menghasilkan benih berkualitas. Dalam upaya meningkatkan pemberdayaan petani penangkar, pemerintah Propinsi Bengkulu, banyak menemukan masalah yaitu dari kelembagaan petani penangkar, permodalan dan pemasaran benih. Permasalahan yang terkait dengan kinerja system agribisnis perbenihan dan kelembagaan petani penangkar benih di Propinsi Bengkulu. Tujuan dari penulisan ini adalah untuk memberikan informasi tentang perkembangan agribisnis dan kebijakan pemerintah dalam pengembangan agribisnis perbenihan padi di Propinsi Bengkulu dengan menggugnakan metode studi literature dan informasi-informasi yang diperoleh pada penulisan ini melalui berbagai sumber seperti sumber dari internet dan studi pustaka, serta sumber lainnya.
Kata Kunci : Manajemen Produksi, Penangkar, Benih Padi
Bab. I. PENDAHULUAN
1.1.Latar Belakang
Beras merupakan bahan makanan pokok di Indonesia yang permintaannya terus meningkat dari tahun ke tahun seiring dengan bertambahnya jumlah penduduk di Indonesia. Dalam bidang ketahanan pangan nasional, beras merupakan komoditi strategis yang mempunyai pengaruh besar terhadap aspek sosial, ekonomi, politik dan keamanan bangsa Indonesia. Sebagai bahan makanan pokok, beras telah menyumbangkan lebih dari 55% terhadap kebutuhan konsumsi energi dan protein masyarakat.
Pemerintah terus berupaya memenuhi kebutuhan pangan masyarakat dengan peningkatan produksi padi melalui usaha intensifikasi padi. Salah satu upaya intensifikasi untuk meningkatan produktivitas dengan menggunakan benih unggul. Benih merupakan factor produksi yang menduduki komponen cukup besar dalam persentase biaya produksi. Benih juga merupakan komoditas agribisnis, sehingga harus unggul dan bersertifikat agar mampu bersaing memenuhi tuntutan pasar global yang semakin berkembang.
Untuk itu penggunaan benih varietas unggul dan bermutu merupakan kebutuhan pokok bagi petani. Adopsi benih varietas unggul untuk padi saat ini sudah cukup luas. Namun, Masih ada sebagian petani menggunakan benih yang dihasilkan sendiri dengan cara memilih hasil panen yang baik. Benih yang digunakan petani walaupun merupakan varietas unggul pada taraf tertentu tidak terjamin kualitasnya (Baglan et al., 2020; Bishaw et al., 2012).
Perilaku petani yang tidak menggunakan benih unggul bersertifikat disebabkan karena benih tidak tersedia tepat waktu dan varietas yang tidak sesuai dengan permintaan petani. Tidak semua daerah sentral produksi padi mampu untuk menghasilkan benih bersertifikat karena proses yang dilalui harus sesuai dengan standar sertifikasi benih.
Dalam rangka usaha memelihara dan meningkatkan produksi tanaman padi, pengadaan benih bermutu secara mantap dan teratur sangat penting untuk dilaksanakan. Untuk mendapatkan mutu benih yang baik diperlukan adanya suatu manajemen yang baik agar kualitas benih padi tetap terjaga. Tanpa manajeman yang efektif, suatu organisasi tidak akan mampu menjawab setiap tantangan yang timbul sebagai akibat dari perubahan teknologi, perubahan organisasi dan lingkungan dalam aspek kegiatan industri.
Dalam pertanian modern, benih berperan sebagai delivery mechanism yang menyalurkan keunggulan teknologi kepada clients, yaitu petani (Douglas, 1980). Menghasilkan varietas unggul, memproduksi benih unggul, dan menyalurkannya hingga ke petani memerlukan sistem perbenihan formal yang efisien dan efektif agar diperoleh manfaat yang optimal (Singh & Agrawal, 2018; Sperling et al., 2013). Sebaliknya, penyebaran varietas unggul dalam sistem benih informal berlangsung lebih lambat.
Propinsi Bengkulu, dengan lahan yang ditanami padi pada tahun 2020 seluas 62.324 Ha, membutuhkan benih sebanyak 1.558.100 kg, namun Propinsi Bengkulu hanya mampu memproduksi benih bersertifikat 573,06 kg (sumber : Dinas TPHP Prop.Bengkulu). Kekurangan kebutuhan benih unggul bersertifikat didatangkan dari luar propinsi. Hal ini menyebabkan permasalahan pada tingkat petani pengguna karena benih tidak tersedia tepat waktu dan ada benih yang diterima oleh petani tidak sesuai lagi dengan standar mutu benih. Untuk mengatasi permasalahan ini, pemerintah terus berupaya untuk memberdayakan petani penangkar agar dapat menghasilkan benih berkualitas.
Dalam upaya meningkatkan pemberdayaan petani penangkar, pemerintah Propinsi Bengkulu, banyak menemukan masalah yaitu dari kelembagaan petani penangkar, permodalan dan pemasaran benih. Pembinaan dan pengawasan mutu benih selama proses produksi dan pemasaran dilakukan oleh BPSBTPHP (Balai Pengawasan Sertifikasi Benih Tanaman Pangan dan Hortikultura) yang ada di tiap provinsi melalui penerapan prinsip-prinsip sertifikasi benih berbasis OECD Schemefor the VarietalCertification (Nugraha et al., 2014), untuk Propinsi Bengkulu dibawah pembinaan UPT. PPSBTPHP (unit Pelaksana Teknis Pengawasan, Pengujian dan Sertifikasi Tanaman Pangan Hortikultura dan Perkebunanan). Sesuai peraturan, produsen benih juga dapat memproduksi benih tanpa harus mendapat sertifikasi dari BPSB dengan catatan memperoleh Sertifikasi Sistem Manajemen Mutu yang diselenggarakan oleh Lembaga Sertifikasi Sistem Mutu (LSSM) yang terakreditasi oleh lembaga akreditasi sesuai ruang lingkup di bidang perbenihan (Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia, 2014).
1.2.Rumusan Masalah
Dari latar belakang dapat ditemukan permasalahan yang terkait dengan kinerja system agribisnis perbenihan dan kelembagaan petani penangkar benih di Propinsi Bengkulu.
1.3.Tujuan
Tujuan penulisan makalah ini adalah untuk memberikan informasi tentang perkembangan agribisnis dan kebijakan pemerintah dalam pengembangan agribisnis perbenihan padi di Propinsi Bengkulu.
Bab. II. Kerangka Teoritis
Benih merupakan komoditas agribisnis, sehingga harus unggul dan bersertifikat agar mampu bersaing memenuhi tuntutan pasar global yang semakin berkembang. Benih termasuk salah satu barang penting yaitu barang strategis yang berperan penting dalam menentukan kelancaran pembangunan nasional. Hal ini tertuang dalam Peraturan Presiden Nomor 71 Tahun 2015 tentang Penetapan dan Penyimpanan Barang Kebutuhan Pokok dan Barang Penting, sehingga benih harus mempunyai mutu yang baik dengan ketentuan : a) sesuai SNI sepanjang diwajibkan; b) layak pakai; dan c) tidak terkontaminasi Bahan Berbahaya dan Beracun.
Benih yang merupakan salah satu komoditas agribisnis harus menerapkan empat subsistem agribisnis dalam pengembangannya. Keempat subsistem agrisnis tersebut meliputi : penyediaan sarana produksi serta peralatan, usaha tani, pengolahan dan juga pemasaran.
Kontribusi benih varietas unggul bersertifikat cukup signifikan dalam peningkatan produksi dan produktivitas tanaman, selain itu juga dapat meningkatkan mutu produk serta sebagai sarana dalam pengendalian OPT. Benih merupakan faktor penting pada suatu pertanaman karena benih merupakan awal kehidupan dari tanaman yang bersangkutan. Benih adalah biji tanaman yang sengaja diproduksi dengan teknik-teknik tertentu, sehingga memenuhi persyaratan untuk digunakan sebagai bahan pertanaman selanjutnya (Kartasapoetra, 2003). Benih adalah simbol dari suatu permulaan. Benih merupakan inti dari kehidupan di alam karena kegunaannya sebagai penerus dari generasi tanaman.
Dalam konteks agronomi, benih harus mampu menghasilkan tanaman yang berproduksi maksimum dengan sarana teknologi yang maju, karenanya benih dituntut agar memiliki mutu yang tinggi. Mutu atau kualitas benih yang baik, adalah kemampuan benih untuk memperlihatkan persentase perkecambahan yang tinggi, persentase biji rumput-rumputan yang rendah, kekuatan tumbuh yang tinggi, bebas dari hama dan penyakit serta kontaminan – kontaminan lainnya (Kuswanto, 1996).
Sistem perbenihan dan sertifikasi benih padi nasional relatif sudah tertata dengan baik, dimana alur benih mulai dari Benih Penjenis (BS) menjadi Benih Dasar (BD), diperbanyak menjadi Benih Pokok (BP) dan akhirnya diperbanyak lagi dan didistrubusikan sebagai Benih Sebar (BR) yang siap oleh ditanam petani. BS adalah benih yang diproduksi oleh dan dibawah pengawasan pemulia tanaman padi dan instansinya yang dalam hal ini adalah Balai Besar Penelitian Padi (BB Padi), Sukamandi. Benih penjenis merupakan sumber perbanyakan benih dasar (BD). BD adalah benih turunan pertama dari BS, yang dalam proses produksinya masih dalam pengawasan agar terjaga kemurniannya. Pada kondisi tertentu BD dapat langsung dijadikan benih sebar (BR). BP adalah benih turunan dari BS dan BD, yang dalam proses produksinya masih dalam pengawasan agar terjaga kemurniannya. BP merupakan sumber perbanyakan BR. BR adalah benih turunan pertama dari BS, BD, dan BP dalam yang proses produksinya masih dalam pengawasan agar terjaga kemurniannya. Warna label BS, BD, BP, dan BR masing-masing adalah kuning, putih, ungu, dan biru.
Realisasi penggunaan benih varietas unggul bersertifikat meskipun menunjukan peningkatan setiap tahunnya, namun masih belum mencukupi potensi kebutuhannya, di lain pihak belum seluruhnya dapat diserap pasar, karena masih banyak petani yang belum menggunakan benih bersertifikat. Agar benih-benih yang diproduksi tersedia mencukupi, maka dalam proses produksinya harus benar-benar diawasi sesuai prosedur/ketentuan yang berlaku serta direncanakan secara baik disesuaikan dengan kebutuhan petani.
Produsen benih, termasuk penangkar benih, selalu berusaha mengadopsi teknologi produksi benih untuk memperoleh hasil terbaik agar benih laku dijual dengan harga memadai. Demikian pula petani akan menanam benih unggul berkualitas baik agar memperoleh hasil tertinggi. Walaupun demikian produsen benih maupun petani menghadapi berbagai faktor sehingga adopsi tidak bisa optimal. Produsen benih padi umumnya memproduksi benih sesuai dengan permintaan atau pasar yang selama ini ada. Varietas benih padi yang diproduksi disesuaikan dengan pilihan atau preferensi petani. Selera petani terhadap varietas dapat berubah seiring dengan daya tahan varietas tersebut terhadap serangan hama dan penyakit maupun perubahan iklim, yaitu daya tahan varietas terhadap kekeringan dan cuaca basah (kelembaban udara yang tinggi). Pada taraf tertentu sulit menemukan varietas yang produktivitasnya lebih tinggi dari varietas yang sudah ada. Petani bersedia mengadopsi benih padi varetas unggul antara lain dipengaruhi oleh ketersediaan benih, harga benih, kualitas beras, dan produktivitas varietas (Masyitah et al., 2019).
Dalam mendapatkan mutu benih yang baik diperlukan adanya suatu manajemen yang baik agar kualitas benih padi tetap terjaga. Tanpa manajeman yang efektif, suatu organisasi tidak akan mampu menjawab setiap tantangan yang timbul sebagai akibat dari perubahan teknologi, perubahan organisasi dan lingkungan dalam aspek kegiatan industri.
Manajemen merupakan suatu seni dan ilmu perencanaan, pengorganisasian, penyusunan, pengarahan dan pengawasan sumber daya untuk mencapai tujuan yang sudah ditetapkan. Sedangkan manajemen produksi menurut Handoko (1991) merupakan usaha pengelolaan secara optimal penggunaan sumberdaya, tenaga kerja, mesin-mesin, peralatan, bahan mentah, dan sebagainya dalam proses transformasi bahan mentah dan tenaga kerja menjadi berbagai produk atau jasa. Oleh karena itu dengan adanya manajemen produksi dalam suatu perusahaan khususnya perusahaan benih akan membantu perusahaan dalam melakukan perencanaan yang matang, pengorganisasian, pelaksanaan, pengawasan, evaluasi, dan pengendalian produksi agar benih yang dihasilkan dapat memenuhi permintaan petani atau masyarakat dan stock benih pun selalu tersedia untuk kebutuhan pasar.
Manajemen atau yang sering disebut dengan pengelolaan atau tata laksana merupakan suatu proses dari perencanaan, pengorganisasian, pengarahan, pengkoordinasian serta pengendalian. Dengan demikian unsur-unsur yang terkandung di dalam manajemen terdiri dari perencanaan, pengorganisasian, pengarahan, pengkoordinasian serta pengendalian.
Unsur pertama dalam manajemen adalah perencanaan. Perencanaan yaitu serangkaian keputusan yang diambil sekarang, untuk dikerjakan pada waktu yang akan datang. Perencanaan ini mempunyai arti yang sangat penting bagi seluruh kegiatan-kegiatan yang dilaksanakan oleh perusahaan. Titik berat dari penyusunan perencanaan ini terdapat pada pembuatan keputusan, dimana keputusan-keputusan tersebut akan dilaksanakan oleh perusahaan pada waktu yang akan datang, yaitu pada periode pelaksanaan perencanaan tersebut.
Unsur ke dua yaitu pengorganisasian, organisasi seringkali diartikan sebagai kerjasama dari dua orang atau lebih, dengan atau tanpa peralatan lain untuk mencapai suatu tujuan tertentu. Dalam sebuah perusahaan, kerjasama sangat mutlak diperlukan, karena kegiatan-kegiatan yang dilaksanakan pada suatu perusahaan tersebut merupakan kegiatan yang sangat komplek. Faktor yang paling penting dalam masalah pengorganisasian ini adalah bagaimana kerjasama yang baik dapat diciptakan dalam lingkungan perusahaan.
Unsur ke tiga adalah pengarahan. Dalam suatu perusahaan, pengarahan ini sangat diperlukan agar pekerjaan dapat dilaksanakan dengan baik. Tanpa adanya pengarahan yang baik, maka pelaksanaan kerja dalam suatu organisasi perusahaan akan mengikuti aspirasinya sendiri-sendiri, atau paling tidak akan mengikuti aspirasi dari bagiannya masing-masing, sehingga tujuan kerja tidak dapat tercapai.
Unsur ke empat dalam manajemen yaitu pengkoordinasian. Pelaksanaan kegiatan di dalam perusahaan tidaklah berjalan dengan baik tanpa adanya koordinasi antar bagian yang baik pula. Kegiatan-kegiatan dalam suatu perusahaan akan saling berkaitan antara satu dengan yang lainnya, sehingga keberhasilan dari suatu kegiatan akan berpengaruh pula pada kegiatan yang lain.
Unsur ke lima dalam manajemen yaitu pengawasan atau pengendalian. Semua kegiatan dalam sebuah perusahaan memerlukan adanya pengendalian. Pengendalian diartikan sebagai pengawasan, dan sekaligus dapat mengambil beberapa tindakan untuk melakukan perbaikan apabila terjadi penyimpangan dalam proses produksi (Ahyari 1999).
Penerapan unsur-unsur manajemen dalam kegiatan produksi suatu perusahaan, maka dapat menghasilkan output yang baik pula. Manajemen yang digunakan tersebut disebut manajemen produksi. Menurut Fahmi (2012), manajemen produksi merupakan suatu ilmu yang membahas secara komprehensif bagaimana pihak produksi perusahaan mempergunakan ilmu dan seni yang dimilikinya dengan mengarahkan dan mengatur orang-orang untuk mencapai suatu hasil produksi yang diinginkan. Assauri (1999) menyatakan bahwa manajemen produksi merupakan suatu proses manajemen yang meliputi beberapa keputusan dalam bidang-bidang persiapan produksi termasuk diantaranya adalah perencanaan sistem produksi, sistem pengendalian produksi, serta sistem informasi produksi. Ketiga hal tersebut diatas merupakan ruang lingkup dari suatu manajemen produksi, yaitu :
1. Perencanaan sistem produksi
Sistem produksi merupakan pelaksanaan kegiatan produksi dalam suatu perusahaan dimana diperlukan serangkaian unit ataupun elemen-elemen terpadu dan saling menunjang untuk pelaksanaan proses produksi. Setiap kegiatan proses produksi akan selalu berhubungan satu sama lain, oleh karena itu untuk memperoleh hasil sebaik-baiknya, perlu untuk diadakan perencanaan. Hal-hal yang perlu dibahas dalam perencanaan sistem produksi adalah perencanaan produk, perencanaan lokasi pabrik, perencanaan letak dan fasilitas produksi, perencanaan lingkungan kerja dan perencanaan standar produksi.
2. Sistem pengendalian produksi
Hal-hal yang perlu dibicarakan dalam sistem pengendalian produksi adalah masalah pengendalian proses produksi, pengendalian bahan baku, pengendalian tenaga kerja, pengendalian biaya produksi, pengendalian kualitas serta pemeliharaan. Sistem pengendalian yang baik sangat diperlukan dalam kegiatan-kegiatan operasi perusahaan, dengan tujuan agar proses produksi dalam perusahaan tersebut dapat berjalan dengan baik.
3. Sistem informasi produksi
Pelaksanaan kegiatan produksi dalam suatu perusahaan pada dasarnya merupakan kegiatan-kegiatan yang saling berhubungan antara satu dengan yang lain. Oleh karena itu sistem informasi yang memadai sangat diperlukan dalam mencari penyelesaian atas kesulitan-kesulitan yang dihadapi oleh perusahaan.
Pada dasarnya fungsi dasar yang harus dipenuhi oleh aktivitas perencanaan dan pengendalian produksi adalah (Kusuma, 2009) :
1. Meramalkan permintaan produk yang dinyatakan dalam jumlah produk sebagai fungsi dari waktu.
2. Menetapkan jumlah dan saat pemesanan bahan baku serta komponen secara ekonomis dan terpadu.
3. Menetapkan keseimbangan antara tingkat kebutuhan produksi, teknik pemenuhan pesanan, serta memonitor tingkat persediaan produk jadi setiap saat, membandingkannya dengan rencana persediaan dan melakukan revisi atas rencana produksi pada saat yang ditentukan.
4. Membuat jadwal produksi, penugasan, pembebanan mesin dan tenaga kerja yang terperinci sesuai dengan ketersediaan kapasitas dan fluktuasi permintaan pada suatu periode.
Manajemen produksi dan operasi berusaha mengkombinasikan dan mengolah faktor-faktor produksi dengan teknik pengelolaan yang sedemikian rupa, sehingga dapat dihasilkan barang dan jasa secara efektif dan efisien baik dalam jumlah, kualitas atau mutu, waktu dan biaya yang diharapkan. Teknik manajemen produksi dan operasi yang tepat diharapkan dapat mencapai tujuan perusahaan yaitu dapat tetap terjamin kelangsungan hidupnya dan berkembang melalui keuntungan usaha yang diperoleh.
Bab. III. Pembahasan
Masalah pangan merupakan sektor yang selalu dibutuhkan manusia, terlebih konsumen di Indonesia sangat besar terkait dengan jumlah penduduk yang besar. Saat ini , sektor Pertanian di Indonesia masih menjadi ruang untuk rakyat kecil. Kurang lebih 100 juta jiwa atau hampir separuh dari jumlah rakyat Indonesia bekerja di sektor pertanian. Di Propinsi Bengkulu, 46,70 persen penduduk bekerja di sector pertanian (Sumber : BPS Februari 2020).
Tanaman Pangan merupakan salah satu tanaman yang memiliki daya Tarik tersendiri bagi masyarakat Indonesia tidak terkecuali di Propinsi Bengkulu. Hal ini disebabkan sebagian besar masyarakatnya mengkonsumsi beras sebagai bahan makanan pokok. Oleh karena itu, permintaan beras semakin besar seiring dengan pertambahan jumlah penduduk. Untuk itu, diperlukan usaha serius untuk menjaga ketahanan pangan maupun rumah tangga. Pemerintah terus berupa untuk meningkatkan produksi dan produktivitas usahatani padi, baik melalui ektensifikasi maupun intensifikasi. Luas lahan sawah yang ditanami padi di Propinsi Bengkulu, dapat dilihat pada Grafik dibawah ini:
Grafik 1 : Luas lahan sawah yang
ditanami padi di Provinsi Bengkulu selama lima tahun
Sumber : Dinas Tanaman Pangan, Hortikultura dan Propinsi Bengkulu, 2021
Dari grafik diatas dapat dilihat bahwa dari tahun 2016 sampai dengan tahun 2020, Propinsi Bengkulu mengalami penurunan jumlah lahan sawah yang ditanami padi, sedangkan kebutuhan akan beras terus mengalami peningkatan sehingga Propinsi Bengkulu mengalami kekurangan beras pada tahun 2020 sebesar 2,05 ton (sumber : Dinas TPHP Prop.Bengkulu). Melihat fenomena ini, maka program intensifikasi melalui penggunaan benih unggul bersertifikat harus ditingkatkan. Jika rata-rata petani menggunakan benih sebanyak 25 kg per ha, maka Kebutuhan benih padi di Propinsi Bengkulu selama lima tahun dapat dilihat grafik dibawah ini :
Grafik 2 : Kebutuhan Benih Padi di
Propinsi Bengkulu
Sumber : Dinas Tanaman Pangan, Hortikultura dan Propinsi Bengkulu, 2021
Dari grafik diatas menunjukan penurunan jumlah penggunaan benih di Propinsi Bengkulu. Hal ini sejalan dengan penurunan jumlah lahan sawah yang ditanami padi.
Benih Padi di Propinsi Bengkulu diproduksi oleh Balai Benih Induk Padi, UPBS. BPTP Litbang Kementan, BPP Kota, PT. Pertani dan Kelompok Petani Penangkar. Luas lahan sawah yang digunakan untuk penangkaran benih dapat dilihat pada grafik dibawah ini :
Grafik 3
: Luas Areal Penangkaran Benih Padi Unggul Bersertifikat di Propinsi Bengkulu
Dari luas areal penangkaran benih padi di Propinsi Bengkulu, jika per ha rata-rata menghasilkan 4,5 ton (4500 kg) benih, maka dapat estimasi jumlah produksi benih di Propinsi dapat dilihat dari grafik 4.
Grafik 4
: Produksi Benih Optimal di Propinsi Bengkulu
Sumber : Dinas Tanaman Pangan, Hortikultura dan Propinsi Bengkulu, 2021
Dari grafik 2 dan grafik 4, Propinsi Bengkulu dapat memenuhi kebutuhan petani akan benih padi. Tapi kenyataannya, produksi benih padi di Propinsi Bengkulu belum dapat memenuhi kebutuhan petani akan benih padi. Hal ini dapat dilihat pada grafik 5 dibawah ini :
Grafik
5 : Kebutuhan dan Produksi Benih unggul Bersertifikat di Propinsi Bengkulu
selama Lima Tahun
Sumber : Dinas Tanaman Pangan, Hortikultura dan Propinsi Bengkulu, 2021
Dari grafik 5 dapat dilihat, bahwa produksi benih padi unggul bersertifikat dari tahun 2016 sampai dengan 2020 belum mampu dipenuhi sendiri oleh Propinsi Bengkulu. Dari grafik 4 dan 5, dapat dilihat bahwa dalam proses produksi padi untuk menjadi benih masih banyak menemukan permasalahan, baik dari segi teknis, permodalan serta jaminan pemasaran. Agar benih-benih yang diproduksi tersedia mencukupi, maka dalam proses produksinya harus benar-benar diawasi sesuai prosedur yang berlaku serta direncanakan secara baik disesuaikan dengan kebutuhan petani.
Ada beberapa tahapan yang harus dilakukan agar calon benih memenuhi standar mutu benih unggul bersertifikat. Dalam pasal 33 PP 44/1995 dinyatakan bahwa untuk memenuhi standar mutu yang ditetapkan, produksi benih bina harus melalui sertifikasi yang meliputi: (a) Pemeriksaan terhadap: (i) kebenaran benih sumber atau pohon induk; (ii) lapangan dan pertanaman; (iii) isolasi tanaman agar tidak terjadi persilangan liar; (iv) alat panen dan pengolahan benih; dan (v) tercampurnya benih; (b) pengujian laboratorium untuk menguji mutu benih yang meliputi mutu genetis, fisiologis dan fisik; dan (c) pengawasan pemasangan label.
Setiap tahapan harus melalui pengawasan petugas pengawas benih tanaman, sehingga tidak semua permohonan penangkaran benih akhirnya akan menghasilkan benih, jadi tidak semua calon benih di lapang lulus tahap uji oleh BPSB. Hal ini dapat dilihat dari grafik dibawah ini :
Grafik 6 : Luas area penangkaran benih padi yang lulus tahapan sertifikasi lapangan |
Sumber : Dinas Tanaman Pangan, Hortikultura dan Propinsi Bengkulu, 2021
Data grafik 6 bisa dibandingkan dengan grafik 3, dimana luas penangkaran benih padi tidak sama dengan luas area yang lulus tahap uji lapang. Untuk mendapatkan sertifikat benih unggul bersertifikat, maka calon benih harus dipastikan tingkat kemurniannya, benih bebas dari gulma dan tidak ada penyakit yang terbawa benih serta benih harus mendapatkan nutrisi yang cukup pada saat pertumbuhan dilapangan agar tingkat daya berkecambahnya memenuhi standar mutu benih unggul bersertifikat. Apabila tidak memenuhi pemeriksaan lapangan, maka calon benih tersebut tidak bisa diuji selanjutnya dan disarankan untuk dijual sebagai gabah konsumsi.
Calon benih yang memenuhi standar lapang sebelum diberi label, harus melalui tahap uji mutu di laboratorium. Pengujian mutu benih dilaboratorium dimaksudkan untuk memberikan gambaran mengenai mutu benih baik secara fisiologis maupun biologis. Pada tahap uji mutu dilaboratorium, tidak serratus persen calon benih yang memenuhi standar mutu benih. Biasanya disebabkan tingkat kadar air dan daya berkecambah yang tidak memenuhi standar mutu benih. Kadar air benih sangat dipengaruhi oleh kondisi alam. Apabila curah hujan tinggi, maka akan sangat sulit untuk memenuhi standar karena masih kurangnya alat pengering yang dimiliki petani dan ini juga menyebabkan calon benih banyak busuk. Grafik 7 dibawah ini dapat memperlihatkan tingkat persentase calon benih yang memenuhi standar mutu benih di Propinsi Bengkulu selama lima tahun terakhir.
Grafik 7 : Jumlah Calon Benih dan Benih
yang Memenuhi Standar Mutu Benih
Sumber : Dinas Tanaman Pangan, Hortikultura dan Propinsi Bengkulu, 2021
Rata-rata persentase tingkat memenuhi standar calon benih menjadi benih di Propinsi Bengkulu selama lima tahun (2016 sd 2020) sebesar 72,1 persen.
Calon benih yang memenuhi standar lapang, tidak semuanya diproses lebih lanjut ke tahap uji mutu benih di laboratorium, karena calon benih ada yang dijual untuk konsumsi (beras). Ada beberapa tahap yang harus dilalui petani sebelum bisa menjual benihnya ke pasar menyebabkan petani memutuskan menjual calon benihnya agar bisa segera mendapatkan uang tunai. Tidak adanya keterjaminan pasar yaitu harga jual yang menguntungkan bagi penangkar benih juga merupakan factor yang menyebabkan petani memutuskan untuk menjual calon benihnya. Penangkar benih padi jika bisa memasarkan produknya akan memperoleh keuntungan yang memadai seperti hasil penelitian oleh Manurung (2017) di Kabupaten Simalungun, Sumatera Utara.
Produsen benih, termasuk penangkar benih, selalu berusaha mengadopsi teknologi produksi benih untuk memperoleh hasil terbaik agar benih laku dijual dengan harga memadai. Demikian pula petani akan menanam benih unggul berkualitas baik agar memperoleh hasil tertinggi. Walaupun demikian produsen benih maupun petani menghadapi berbagai faktor sehingga adopsi tidak bisa optimal.
Produsen benih padi umumnya memproduksi benih sesuai dengan permintaan atau pasar yang selama ini ada. Varietas benih padi yang diproduksi disesuaikan dengan pilihan atau preferensi petani. Selera petani terhadap varietas dapat berubah seiring dengan daya tahan varietas tersebut terhadap serangan hama dan penyakit maupun perubahan iklim, yaitu daya tahan varietas terhadap kekeringan dan cuaca basah (kelembaban udara yang tinggi). Pada taraf tertentu sulit menemukan varietas yang produktivitasnya lebih tinggi dari varietas yang sudah ada. Petani bersedia mengadopsi benih padi varietas unggul antara lain dipengaruhi oleh ketersediaan benih, harga benih, kualitas beras, dan produktivitas varietas (Masyitah et al., 2019).
Bantuan benih (BR) gratis maupun subsidi benih secara umum menurunkan motivasi produksi penangkar swasta untuk memproduksi benih. Produsen swasta sulit untuk berperan serta dalam menghasilkan benih berkualitas dengan harga layak. Juga ada kelemahan benih bantuan (gratis), yaitu berkualitas rendah, antara lain banyak kotoran atau gabah hampa, serta daya tumbuh rendah atau tidak sesuai dengan informasi yang tertera pada label benih. Banyak petani yang tidak menanam benih bantuan tersebut dan menggunakan benih sendiri atau membeli benih yang kualitasnya lebih baik. Selain kurang terjaminnya mutu benih, penyaluran benih bantuan biasanya diterima petani pada saat lahannya belum siap tanam atau penyaluran benih melewati musim tanam serta varietas yangn tidak sesuai dengan keinginan petani.
Petani padi umumnya menyukai suatu varietas dengan karakteristik tertentu, yaitu: (a) produktivitas tinggi; (b) varietas tersebut lebih tahan hama penyakit dibandingkan varietas lainnya; (c) rasa nasi yang pulen, tetapi di beberapa daerah rasa nasi yang enak belum tentu yang pulen seperti di Kalimantan dan Sumatera; dan (d) pemasaran hasil mudah atau pedagang menyukai beras dari varietas tersebut. Faktor lain yang mempengaruhi preferensi petani untuk mengadopsi adalah mudah diperoleh dan harganya terjangkau.
Salah satu upaya pemerintah agar tingkat adopsi petani padi terhadap penggunaan benih unggul meningkat yaitu mendorong pemberdayaan penangkar benih untuk mengghasilkan benih bermutu tanpa sertifikat artinya calon benih hanya memenuhi standar lapang tanpa melalui uji laboratorium. Hal ini ditempuh agar kebutuhan benih petani di sekitarnya dapat terpenuhi dengan cara ditukar (barter).
Peluang pengembangan agribisnis di Propinsi mempunyai potensi yang baik, masih banyak tersedia lahan di wilayah Propinsi Bengkulu yang merupakan salah satu factor kekuatan bagi Propinsi Bengkulu untuk memajukan industry perbenihan. Pengembangan agribisnis di Propinsi Bengkulu memerlukan pembinaan kepada penangkar benih benih baik mengenai teknis sertifikasi maupun manajemen kelembagaan penangkar benih.
Agar kebijakan tentang kelembagaan perbenihan dapat diimplementasikan di lapang secara berkelanjutan, kebijakan tentang kelembagaan hendaknya berorientasi kepada pemenuhan kebutuhan dan atau pemecahan masalah yang dihadapi oleh petani sebagai pengguna akhir dari benih yang diproduksi. Dalam analisis kebijakan tentang kelembagaan perbenihan ini akan dimulai dari kajian tentang kebutuhan petani terhadap benih, yang ternyata beragam sesuai dengan kondisi social ekonomi rumah tangga petani dan komunitas dimana petani tinggal, serta kondisi kondisi agro ekosistem di mana usaha tani tersebut dilaksanakan oleh petani.
Karakteristik respons petani terhadap penggunaan benih unggul adalah: (i) beragamnya pemahaman petani tentang benih bermutu untuk meningkatkan produkstivitas usaha tani padi; (ii) beragamnya tingkat adopsi petani terhadap intoduksi benih baru yang sangat ditentukan oleh preferensi petani terhadap kualitas beras yang dihasilkan dan atau preferensi pedagang gabah atau beras; (iii) kondisi cekaman lingkungan yang dihadapi petani, sehingga petani membutuhkan varietas tanaman sesuai; (iv) petani berlahan sempit dan tidak cukup modal untuk membeli benih unggul bersertifikat yang harganya relatif mahal; dan (vi) kearifan lokal petani yang secara turun temurun sudah dimiliki oleh petani di suatu komunitas tentang benih yang sesuai dengan kondisi lokal spesifik masyarakat setempat.
Pembinaan penangkar benih dilakukan dari hulu ke hilir dengan melibatkan instansi dan stake holder terkait. Di Dinas Tanaman Pangan Hortikultura dan Perkebunan Propinsi Bengkulu, pembinaan penangkar tidak hanya sebatas pada UPT. PPSB-TPHP saja melainkan harus juga melibatkan Bidang dan UPT terkait, antara lain : Bidang Produksi Tanaman Pangan yang bertanggung jawab terhadap kegiatan budidaya atau pengembangan kawasan, UPT. BPTPH yang mendampingi penangkar dalam menjaga pertumbuhan tanaman terhadap serangan OPT dan bencana alam, Penyuluh pertanian sebagai pendamping petani penangkar dalam system budidayanya, serta UPT. Mekanisasi Alsintan sebagai penyedia alsintan agar proses budidaya semakin efisien.
Dengan melakukan pembinaan kepada kelembagaan benih petani penangkar diharapkan petani penangkar dapat menetapkan design produk dalam hal ini menetapkan varietas apa yang akan diproduksi, peningkatan rendemen dan mutu benih serta meningkatkan efisiensi biaya produksi dan pengawasan dini terhadap proses produksi.
Melalui kelembagaan penangkar benih, petani penangkar dapat melakukan koordinasi dengan Dinas Kabupaten/Kota untuk membuat penangkar sesuai dengan jumlah kebutuhan benih dan varietas yang sesuai sehingga apabila ada pengadaan benih tidak perlu lagi mendatangkan benih dari luar Propinsi sehingga sapta benih dapat tercapai, yang meliputi :
1. Tepat jumlah yaitu benih tersebut tersedia dalam jumlah yang cukup sesuai dnegan perkiraan volume permintaaan pasar.
2. Tepat Varietas yaitu benih tersebut tersedia dalam komposisi jenis dan varietas sesuai dengan anjuran pemerintah serta sesuai dengan kebutuhan konsumen.
3. Tepat Mutu yaitu benih tetrsebut sesuai dengan standar mutu yang telah ditetapkan pemerintah berdasarkan peraturan pemerintah yang berlaku.
4. Tepat waktu yaitu benih tersebut tersedia tepat pada saat dibutuhkan oleh petani.
5. Tepat harga yaitu benih tersebut tersedia dengan harga layaak sesuai dengan mutunya dan dapat terjangkau oleh petani.
6. Tepat tempat yaitu benih tersebut tersedia di tempat terdekat dan mudah dijangkau oleh petani.
7. Tepat pelayanan yaitu memberikan pelayanan penjualan dan penyaluran yang sebaik-baiknya kepada petani termasuk pelayanan purna jual dimana senantiasa tanggap dan cepat bertindak dalam melayani keluhan atau klain mutu benih.
Bab. IV. Kesimpulan dan Saran
4.1 Kesimpulan
Aplikasi manajemen produksi sangat diperlukan dalam mengembangan agribisnis perbenihan. Kebijakan perbenihan tanaman pangan, khususnya benih padi, saat ini sudah memadai. Kebijakan tersebut ditujukan agar para produsen benih padi menghasilkan benih dengan kualitas baik. Produsen dan penangkar benih mampu memproduksi benih lebih banyak jika iklim usaha menguntungkan. Jaminan pasar merupakan pertimbangan utama bagi produsen dan penangkar untuk menentukan volume dan varietas benih yang akan diproduksi. Insentif perlu diberikan kepada produsen dan penangkar, misalnya akses modal yang lebih mudah dan bunga bank lebih murah, bantuan promosi produk atau pembelian benih langsung oleh pemerintah untuk progam bantuan dan subsidi yang bukan hanya diberikan kepada produsen BUMN.
4.2 Saran
Penangkar benih padi sebaiknya diperbolehkan menjual benih berkualitas tanpa sertifikat kepada petani padi di sekitarnya yang masih masih mengadopsi sistem perbenihan informal tetapi prosesnya tetap diawasi oleh BPSBTPH, menjual calon benih lulus uji lapang kepada produsen benih, atau bermitra dengan kios saprodi setempat dalam memasarkan benih berlabel. Pembinaan penangkar benih padi lebih efektif dilakukan di daerah dimana produksi dan penjualan benih padi bersertifikat masih sedikit.
Pemerintah Daerah melalui Dinas Tanaman Pangan Hortikultura dan Perkebunan Propinsi Bengkulu harus melakukan konsolidasi dan menekankan ke penyedia benih agar selalu mengutamakan benih local hasil penangkaran petani.
Bab. V. Daftar Pustaka
Ahyari, A. 199. Manajemen Produksi Perencanaan Sistem Produksi. Bagian Penerbitan Fakultas Ekonomi UGM, Yogyakarta.
Assauri (1999) Assauri, S. 1999. Manajemen Produksi dan Operasi. Edisi Revisi. Fakultas Ekonomi, Universitas Indonesia, Jakarta.
Baglan et al., 2020; Bishaw et al., 2012 Baglan, M., Mwalupaso, G. E., Zhou, X., & Xianhui, G. (2020). Towards cleaner production: Certified seed adoption and its effect on technical efficiency. Sustainability, 12(4), 1344. doi: https://doi.org/10.3390/su12041344.
Douglas, 1980 Douglas, J. E. (1980). Successful seed programs. Westview. International Agricultural Development Series. Colorado.
Fahmi (2012) Fahmi, Irham. 2012. Manajemen Produksi dan Operasi. Alfabeta, Bandung.
Handoko, 1991 Handoko, T. Hani. 1991. Dasar-Dasar Manajemen Produksi dan Operasi. BPFE Yogyakarta, Yogyakarta
Kuswanto, 1996 Kuswanto, H. 1996. Dasar-Dasar Teknologi, Produksi dan Sertifikasi Benih. Andi Yogyakarta, Yogyakarta
Kartasapoetra, 2003 Kartasapoetra, A.G. 2003. Teknologi Benih. Rineka Cipta, Jakarta.
Masyitah et al., 2019 Masyitah, M., Agussabti, A., & Kasimin, S. (2019). Tingkat adopsi petani terhadap benih unggul padi sawah di Kabupaten Aceh Besar Provinsi Aceh. Agrifo: Jurnal Agribisnis Universitas Malikussaleh, 4(1), 27-32. doi: https://doi.org/10.29103/ag.v4i1.1538
Manurung, D. S. L. (2017). Analisis pendapatan petani penangkar benih padi (Oryza sativa L.) di Kabupaten Simalungun (Tesis, Program Studi Magister Agribisnis Universitas Medan Arena).
Singh & Agrawal, 2018; Sperling et al., 2013 Singh, R. P., & Agrawal, R. C. (2018). Improving efficiency of seed system by appropriating farmer’s rights in India through adoption and implementation of policy of Jurnal Ekonomi Indonesia • Volume 9 Number 3, 2020
Nugraha, U. S. (2004). Legislasi, kebijakan, dan kelembagaan pembangunan perbenihan. Perkembangan Teknologi TRO, 16(1), 13
0 Komentar